Bunyi
vocal dibedakan berdasarkan posisi lidah dalam mulut, bentuk bibir, dan tingkat
pembukaan mulut.
Fonem
bahasa jawa dapat dibaca sebagai berikut:
/i/
merupakan vocal tertutup tinggi-kuat depan-tak bundar yang dihasilkan dengan
posisi lidah bagian depan hampir menyentuh langit-langit dengan kedua bibir
agak terentang ke samping;
/e/
merupakan vikal agak tertutup sedang-kuat depan-tak bundar yang dihasilkan
dengan daun liddah dinaikan dan diiringi bentuk bibir yang netral, artinya,
tidak terentang dan juga tidak membundar;
/Ə/
merupakan vocal sedang-tengah tak bundar atau vocal tengah pendek setengah
tertutup yang dihasilkan dengan menaikan bagian tengah lidah dengan bentuk
bibir netral;
/a/
merupakan vokal terbuka rendah-lemah tengah –takbundar atau vocal tengah pendek
setengah terbuka yang dihasilkan dengan bibir netral;
/ɔ/
merupakan vocal agak terbuka sedang-lemah belakang-bundar atau belakang pendek
terbuka yang dihasilkan dengan bentuk bibir kurang bundar atau tak bundar;
/o/
merupakan vocal agak tertutup sedang-kuat belakang-bundar yang dihasilkan
dengan bentuk bibir bundar;
/u/
merupakan vocal tertutup belakang-bundar tinggi-kuat yang dihasilkan dengan
meninggikan bagian belakang lidah dengan posisi kedua bibir agak maju kedepan
dan agak membundar.
Jika
bunyi [i] dan [I] tidak membedakan makna, kedua bunyi itu hanya merupakan
alofon fonem /i/; jika bunyi [e] dan [] tidak membedakan makna, kedua bunyi itu
hanya merupakan alofon fonem /o/; dan jika bunyi [u] dan [ʊ] tidak membedakan makna, kedua bunyi itu hanya
merupakan alofon /u/. namun, bunyi sedang- kuat belakang-bundar [o] dan bunyi
sedang-lemah belakang-bundar [ɔ] dalam bahasa jawa ternyata membedakan makna.
1)
Vokal /i/
Vokal /i/ bahasa Jawa
mempunyai dua alofon, yaitu i swara
miring ‘bunyi i tegak’ yang
dilambangkan dengan [i] dan i swara
miring ‘bunyi i miring’ yang
dilambangkan dengan [ɪ]. Bunyi [i] dapat menduduki posisi awal, tengah dan
akhir kata.
idu
[idu] lima
[limɔ] mari [mari]
‘ludah’ ‘lima’ ‘sembuh’
Sementara bunyi [ɪ]
hanya terletak pada kata yang berakhir dengan konsonan.
apik [apɪʔ] rawit [rawɪt] cuwil [cuwɪl]
‘baik’ ‘cabai
rawit’ ‘patah’
Selain itu, bunyi [i]
merupakan vokal tertutup tinggi-kuat depan-takbundar,
sedangkan bunyi [ɪ] merupakan vokal tertutup tinggi-lemah depan-takbundar.
2)
Vokal /e/
Vokal /e/ bahasa Jawa
mempunyai dua alofon, yaitu e suara jejeg
‘bunyi e tegak’ yang dilambangkan
dengan [e] dan e suara miring ‘bunyi e miring’ yang dilambangkan dengan [ɛ].
Vokal /e/ lazim pula disebut e taling. Bunyi [e] dapat menduduki semua posisi, baik
di terletak pada awal dan tengah kata. Selain itu, bunyi [e] merupakan vokal
agak tertutup sedang-kuat depan-takbundar,
sedangkan bunyi [ɛ] merupakan vokal agak tertutup sedang-lemah depan takbundar.
3)
Vokal /ə/
Vokal /ə/ dalam bahasa
Jawa bukan merupakan alofon fonem /e/ melainkan merupakan fonem tersendiri karena kedua bunyi itu dalam
bahasa jawa dapat membedakan makna.
kere
[kere] kere [kəre]
‘miskin’ ‘tirai
bambu pelindung panas’
kera
[kerɔ] kera [kərɔ]
‘juling’ ‘kurus’
geger
[gɛgɛr] geger [gəgər]
huru-hara ‘punggung’
Vokal /ə/ ini dalm
bahasa jawa lazim disebut e pepet.
Vokal ini hanya terletak pada awal dan tengah kata.
4)
Vokal /a/
Dal khazanah linguistik
Jawa vokal/a/ lazim disebut a swara
miring ‘bunyi a miring’. Vokal
ini dapat terletak di depan, tengah dan akhir kata. Namun, vokal/a/ yang
terletak dpada akhir kata jumlahnya hanya 3, yaitu ora, boya, dan Kroya.
5)
Vokal /ɔ/
Vokal /ɔ/ dalam bahasa
Jawa bukan merupakan alofon vokal /o/ melainkan merupakan vokal tersendiri karena
keduanya mampu membedakan makna. Dalam linguistik Jawa vokal /ɔ/ lzim disebut a swara jejeg ‘bunyi a tegak’. Vokal ini dapat menduduki
posisi awal, tengah, dan akhir kata.
6)
Vokal /o/
Vokal /o/ dalam tata
bahasa Jawa lazim disebut o swara jejeg ‘bunyi
o tegak’. Vokal ini dapat menduduku semua posisi baik di awa, tengah, maupun
akhir kata. Bahasa Jawa di daerah Jawa Tengah bagian barat, bunyi [o] dan [ɔ]
termasuk alofon.
7)
Vokal /u/
Vokal /u/ bahasa Jawa
mempunyai dua alofon, yaitu u swara jejeg
‘bunyi u tegak’ yang dilambangkan
dengan [u] dan u swara miring ‘bunyi u miring’ yang dilambangkan dengan [ʊ].
Bunyi [u] dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir kata.
urip
[urip] gula
[gulɔ] madu [madu]
Sementara bunyi [ʊ]
hanya terletak pada kata yang berakhiran konsonan.
biyung [biyʊŋ] parut [parʊt] -
Selain itu bunyi [u]
merupakan vokal tertutup belakang-bundar tinggi-kuat, sedangkan bunyi [ʊ] merupakan vokal tertutup belakang-bundar
tinggi-lemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar