Sabtu, 10 Januari 2015

ANALISIS NOVEL ANTEPING TEKAD KARANGAN AG. SUHARTI DARI ASPEK TATARAN TEKS



PENGANTAR

Karya sastra yang terlahir dalam masyarakat dinyatakan dalam bentuk bahasa, sifat utama bahasa sebagai sistem adalah rasionalitas dari keseluruhan unsur dan aspeknya harus dipahami. Sebagai struktur yang kompleks, karya sastra dapat dipahami dengan jalan penganalisisan. Penganalisisan tersebut merupakan usaha secara sadar untuk menangkap dan memberi muatan makna kepada teks sastra yang memuat berbagai sistem tanda.

Seperti yang dikemukakan oleh Saussure bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna (Nurgiyantoro, 2002: 39). Bahasa tak lain adalah media dalam karya sastra. Karena itu karya sastra merupakan sebuah struktur yang bermakna (Kaswadi, 2006: 123). Tidak terkecuali pada teks sastra yang berbentuk novel.

Dalam hal ini kajian penggunaan bahasa terutama tataran gaya bahasa sangat berpengaruh terhadap proses pengungkapam suatu ide atau gagasan. Sebagai suatu perbendaharaan sebuah bahasa terdiri atas dua aspek yaitu aspek bentuk dan isi.

Analisis Novel Anteping Tekad Berdasarkan Aspek Tataran Teks

Kajian statistika menekankan diri pada penggunaan bahasa dalam karya sastra. Gaya bahasa inilah yang kemudian dipahami dalam kerangka pemaknaan. Hal tersebut disebabkan karena teks dalam karya merupakan kesatuan bentuk dan isi yang merupakan anasir-anasir gaya bahasa sebagai fenomena intratekstual dalam sebuah karya sastra.

1.      Judul Novel

Novel Anteping Tekad merupakan sebuah novel berbahasa Jawa karya Agnes Suharti yang diterbitkan pada tahun 1975. Kata Anteping Tekad secara tidak langsung telah mengisyaratkan tentang tema dan inti pokok cerita tentang keteguhan hati tokoh utamanya, Indiani atau Irah seorang gadis desa yang memiliki semangat menggapai mimpi dan merubah jalan hidupnya. Seorang gadis desa, putri dari salah seorang pensiunan asisten wedana di Yogyakarta, nasibnya tidak begitu beruntung karena setelah lulus SMP keluarganya mengalami kesulitan ekonomi sehingga impianya untuk melanjutkan pendidikan harus ia tunda terlebih dahulu. Dengan alasan itu pula Indiani memutuskan untuk meninggalkan rumah terlebih saat ia tahu ia akan dipersunting oleh Kalijo (seorang duda yang suka kawin cerai).



2.      Isi Teks



Novel Anteping Tekad yang diterbitkan pada tahiun 1975 ini mencoba menyajian sebuah gagasan mengenai pendidikan yang dipadukan dengan tema tentang percintaan. Pengangkatan tema tentang pendidikan dalam karya sastra Jawa amatalah beragam dan sudah lama menjadi perhatian. Sebut saja serat Riyanta (1920) yang ditulis R.M Suradi dan Ngulandara (1940) yang ditulis oleh Margana Djadjaatmaja, dua karya yang memiliki tema dan jalan cerita yang hampir sama  dengan Anteping Tekad karya Ag.Suharti. Sutu hal yang menarik, tiga karya dengan rentan waktu yang berbeda ini sama-sama mengangkat tema tentang pengembaraan mencari jati diri. Pengembaraan mencari pengalaman bagi anak-anak muda zaman dahulu merupakan hal yang sangat terpuji.

Novel Anteping Tekad mencoba mengadopsi dan meresepsi kedua karya sastra tersebut dan kemudian memberikan inovasi dengan mengangkat wanita sebagai tokoh utama yang melakukan penngembaraan. Di sini terlihat ada pengaruh pendekatan feminisme dalam karya ini yang kemudian dijadikan refleksi kaum wanita dalam kesetaraan gender (Emansipasi).

Dilihat dari struktur fisiknya novel Anteping Tekad memiliki bentuk yang cukup menarik dengan sampul berwarna kuning ke orenan dengan gambar seorang wanita berambut panjang yang memegang bunga berjumlah tiga buah dan berlatar sebuah pohon yang disampingnya terdapat pusaran seperi sarang laba-laba dengan warna dominan hitam. Judul ditulis besar dengan huruf kapital tegak berwarna hitam yaitu ANTEPING TEKAD.Nama pengarang berada dibawah judul tersebut dengan warna yang sama yaitu warna hitam. Sedangkan nama penerbit “Balai Pustaka” berada di bagian bawah tengah dengan logo disebelah kiri.

Novel Anteping Tekad terdiri atas 219 lembar yang terbagi kedalam 16 bab, tanpa penanda atau subjudul di dalamnya. Secara umum 16 bab itu berkisah sebagai berikut:

Bab 1  : Merupakan pengenalan awal tentang para tokoh, yang diawali perbincangan Ny Prawoto dengan Ny. Sutarno yang membutuhkan seorang rewang atau teman beres-beres. Dan Ny. Prawoto merekomendasikan Indiah atau irah sebagai gantinya.

Bab 2  : Indiah menyajikan makanan dan minuman kepada Nyi Sutarno dan suaminya yang sedang berbincang.

Bab 3  : Indiah alias irah menulis buku harian yang menceritakan tentang kehidupannya sebelum mengabdi sebagai rewang di rumah keluarga Sutarno, pada babini juga diceritakan tentang impian-impian Irah yang coba ia wujudkan.

Bab 4  : Indiah  yang berbincang dengan Suwarni dengan sedikit celotehan setelah itu ia  menyajikan minuman kepada teman-teman kuliah Sundoro. Yang selanjutnya Irah digoda oleh mereka

Bab 5  : Indiah mendapat nasihat dari Ny. Sutarno mengenai kepergianya dari desa yang tidak meminta izin terlebih dahulu kepada orang tuanya.

Bab 6   : Indiah menerima surat dari Sukri teman Sundoro.

Bab 7     : Indiah jatuh cinta kepada Sundoro, majikanya yang telah bertunangan dengan Utami.

Bab 8   : Indiah mengepel lantai.

Indiah dimintai tolong untuk menjahitkan baju Sundoro.

Sundoro mengungkapkan rasa cintanya kepada Indiah.



Bab 9   : Pertengkaran antara Ny. Sutarno dan  Sundoro.

Ny. Sutarno meminta Indiah untuk meninggalkan rumahnya.

Bab  10: Indiah meningglakan keluarga Ny. Sundoro.

Bab 11   : Indiah mengabdi kepada keluarga Ny. Sujoko di Jakarta sebagai pengasuh anak.

Bab 12 :Indiah bertemu dengan Istinah teman SD waktu masih di desa. Ketika Istina ke rumah Ny. Sujoko.

Bab 13   :Indiah dilamar oleh Sukri yang sudah beristri, tetapi dia menolaknya.

Bab 14   : Indiah dilamar Suwandana teman waktu di desa yang dinas di Kebayoran juga ditolak.

Bab 15 : Utami isteri Ir. Sundoro meninggal ketika melahirkan anak pertamanya.

Bab 16 : Indiah menikah dengan Ir. Sundoro yang sudah berstatus duda.





3.      Fungsi Gaya Bahasa



Menurut isi teks Anteping Tekad, Irah alias Indiah mengalami perjalan hidup yang berliku-liku. Dimulai dengan ketidak beruntungannya dalam menghadapi hidup setelah lulus SMP hingga perjodohanya dengan duda tukang kawin cerai,  yang membanya berani meninggalkan rumah ke kota besar Jakarta dan mengabdi sebagai pembantu di Bogor. Mengabdikan diri sebagai rewang keluarga Sutarno.

            Indiah yang mulai menikmati kehidupanya sebagai pembantu menjadi tidak tentram akibat perbuatan tokoh Sukri teman Sundoro.  ketika Indiah menyajikan minuman. Demikian juga pada peristiwa ketika Indiah didekati oleh Gimin, teman sesama pembantu.

Pergolatan batin dalam diri Indiah apa yang harus dilakukan dengan surat Sukri, Lamaran Gimin, sedangakn dia sudah mulai mencintai Sundoro majikanya yang sudah bertunagan dengan Utami. Tanpa disadari ternyata rasa cintanya terhadap Sundoro semakin besar. Hal itu membuat indiah semakin kacau apalagi setelah tahu bahwa orang yang dicintainya setelah lulus kuliah akan seger menikah dan melanjutkan pendidikanya di luar negeri. Rasa sedih akan kehilangan orang yang dicintai membuat indiah merasa putus asa. Namun ternyata Sundoro, majikannya juga mempunyai rasa yang sama kepada Indiah, dan secara terang-terangan mengakui cintanya. Hal ini membuat Ny.Sutarno marah dan mengusir Indiah dari rumahnya. Setelah diusir Indiah bertemu dengan Istinah, teman SMP nya yang telah dipersunting oleh dokter. Dan dipekerjakan sebagai pengasuh anakanya. Ia juga berhasil melanjut
BUNCIS pada pandangan kebanyakan orang adalah salah satu jenis sayuran untuk lauk pauk. Tapi Buncis yang dimaksud bukanlah itu, Buncis di sini adalah kesenian angklung rakyat Banyumas. Pada kesenian ini pemain terdiri dari tujuh orang sebagai penari sekaligus penyanyinya. Enam orang diantaranya memegang alat musik  angklung bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6 (nem), 1 (ji tinggi), 2 (ro tinggi) dan satu orang diantaranya memegang gong bumbung. Nyanyian yang biasa dibawakan yaitu berupa gendhing-gendhing Banyumasan, antara lain : Blendrong Kulon, Eling-eling, Gudril, Kulu-kulu, Lor Garut, Manyar Sewu, Pacul Gowang, Renggong Manis, Ricik-ricik, dan Sekar Gunung.
Dalam keseluruhan penampilannya para pemain mengenakan rompi, layaknya seorang prajurit kerajaan tempo dulu dan menggunakan celana yang panjangnya di atas mata kaki. Serta mengenakan potongan kain pada celananya menyerupai rumbai-rumbai. Sedang pada kepalanya mengenakan mahkota dari tapas kelapa yang dihiasi bulu ayam. Dalam keseluruhan penampilannya menyerupai pakaian orang Dayak.
Setelah mengalami pasang surut buncis saat ini masih tetap bertahan di Banyumas, tepatnya di Grumbul Lampeng, Desa Tanggeran, Kecamatan Somagede. Untuk saat ini buncis hanya tersisa tiga kelompok saja. Di Desa Tanggeran dua kelompok tepatnya di Grumbul Lampeng dan Grumbul Banjengan, dan di Desa Klinting satu kelompok.
Menurut Bapak Awin, minggu ( 30 / 4 ) Grumbul Lampeng merupakan cikal bakal buncis di Kecamatan Somagede. Menurutnya buncis berasal dari kata “ Bun “ yang berarti buntaran atau kepala keris dan “ Cis “ yang berarti senjata. Antara nama buncis dengan sejarahnya memanglah ada keterkaitan, yaitu dari cerita Raden Prayitno yang mempunyai senjata berupa patron atau keris kecil. Pada suatu saat buntaran keris tersebut lepas dan pecah lalu keluar manusia-manusia berbulu yang dikenal dengan buncis.
Menurut Bapak Santarji ( 30 / 4 ) yang merupakan ketua buncis Grumbul Lampeng. Ia mempunyai kekhawatiran kalau seni buncis ditempatnya hilang dimakan zaman. Oleh karena itu, ia mendirikan rombongan buncis baru untuk menggantikan rombongan buncis yang telah bubar. Untuk rombongan buncis saat ini, Ia memberikan nama “ Ngudi Utama “ sebagai yang pertama. Anggota rombongan sekarang ini merupakan anggota buncis lawas dan kekurangannya mengambil dari remaja sekitar. Untuk mengasah kemampuan rombongan buncis ini melakukan latihan rutin setiap rabu malam dan sabtu malam di kediaman Bapak Raji Samin ( Indra Kukuh Subekti ).  
kan sekolahnya di bangku SMA. Pada kesempatan itu ia kembali bertemu dengan Suwondo dan Sukri yang kembali ingin meminangnya namun keduanya ditolak oleh Indiah.

Hingga pada akhirnya ada kabar bahwa Utami Istri Sundoro meninggal saat malahirkan, dan akhirnya Sundoro menjemput Indiah dan mempersuntingnya.



Melalui gaya bahasa, penggunaan gaya bahasa dimaksudkan untuk menandai alur serta jalan cerita. Secara umumpun jalinan peristiwa disajika secara kronologis. Peristiwa –peristiwa utama dalam alur utama mempunyai hubungan sebab akibat, disajikan secara beruntun atau kronologis . Diawali dengan peristiwa pertemuan Indiah dengan keluarga Ny. Sutarno dan diakhiri dengan pernikahan Indiah dengan Sundoro, adik Ny. Sundoro.

Peristiwa kecil dalam alur utama ada yang disajikan dengan teknik flash backatau sorot balik. Sebagai contoh sorot balik saat Indiah menulis di buku harian dan sebagainya.

Gaya bahasa selain berfungtsi untuk menyusun secara rapi alur peristiwa dalam cerita, juga berfungsi untuk menggambarkan tokoh dan penyajian watak serta pencitraan.

  Novel ini sebagai karya sastra mengandung banyak makna dan ideologi di dalamnya. Sebagaimana adanya anggapan bahwa karya sastra termasuk novel merupakan cermin kehidupan yang menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah kenyataan sosial. Dengan demikian karya sastra adalah bagian dari replika kehidupan yang tersaji dan dapat dinikmati melalui sarana bahasa.


3 komentar: