PENGANTAR
Karya sastra yang terlahir dalam masyarakat dinyatakan dalam bentuk bahasa,
sifat utama bahasa sebagai sistem adalah rasionalitas dari keseluruhan unsur
dan aspeknya harus dipahami. Sebagai struktur yang kompleks, karya sastra dapat
dipahami dengan jalan penganalisisan. Penganalisisan tersebut merupakan usaha
secara sadar untuk menangkap dan memberi muatan makna kepada teks sastra yang
memuat berbagai sistem tanda.
Seperti yang dikemukakan oleh Saussure bahwa bahasa merupakan sebuah sistem
tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut
makna (Nurgiyantoro, 2002: 39). Bahasa tak lain adalah media dalam karya
sastra. Karena itu karya sastra merupakan sebuah struktur yang bermakna
(Kaswadi, 2006: 123). Tidak terkecuali pada teks sastra yang berbentuk novel.
Dalam hal ini kajian penggunaan bahasa terutama tataran gaya bahasa sangat
berpengaruh terhadap proses pengungkapam suatu ide atau gagasan. Sebagai suatu
perbendaharaan sebuah bahasa terdiri atas dua aspek yaitu aspek bentuk dan isi.
Analisis Novel Anteping
Tekad Berdasarkan Aspek Tataran Teks
Kajian statistika menekankan diri pada penggunaan bahasa dalam karya
sastra. Gaya bahasa inilah yang kemudian dipahami dalam kerangka pemaknaan. Hal
tersebut disebabkan karena teks dalam karya merupakan kesatuan bentuk dan isi
yang merupakan anasir-anasir gaya bahasa sebagai fenomena intratekstual dalam
sebuah karya sastra.
1. Judul Novel
Novel Anteping Tekad merupakan sebuah novel berbahasa Jawa
karya Agnes Suharti yang diterbitkan pada tahun 1975. Kata Anteping
Tekad secara tidak langsung telah mengisyaratkan tentang tema dan inti
pokok cerita tentang keteguhan hati tokoh utamanya, Indiani atau Irah seorang
gadis desa yang memiliki semangat menggapai mimpi dan merubah jalan hidupnya.
Seorang gadis desa, putri dari salah seorang pensiunan asisten wedana
di Yogyakarta, nasibnya tidak begitu beruntung karena setelah lulus SMP
keluarganya mengalami kesulitan ekonomi sehingga impianya untuk melanjutkan
pendidikan harus ia tunda terlebih dahulu. Dengan alasan itu pula Indiani
memutuskan untuk meninggalkan rumah terlebih saat ia tahu ia akan dipersunting
oleh Kalijo (seorang duda yang suka kawin cerai).
2. Isi Teks
Novel Anteping Tekad yang diterbitkan pada tahiun 1975 ini
mencoba menyajian sebuah gagasan mengenai pendidikan yang dipadukan dengan tema
tentang percintaan. Pengangkatan tema tentang pendidikan dalam karya sastra
Jawa amatalah beragam dan sudah lama menjadi perhatian. Sebut saja serat
Riyanta (1920) yang ditulis R.M Suradi dan Ngulandara (1940)
yang ditulis oleh Margana Djadjaatmaja, dua karya yang memiliki tema dan jalan
cerita yang hampir sama dengan Anteping Tekad karya
Ag.Suharti. Sutu hal yang menarik, tiga karya dengan rentan waktu
yang berbeda ini sama-sama mengangkat tema tentang pengembaraan mencari jati
diri. Pengembaraan mencari pengalaman bagi anak-anak muda zaman dahulu
merupakan hal yang sangat terpuji.
Novel Anteping Tekad mencoba mengadopsi dan meresepsi
kedua karya sastra tersebut dan kemudian memberikan inovasi dengan mengangkat
wanita sebagai tokoh utama yang melakukan penngembaraan. Di sini terlihat ada
pengaruh pendekatan feminisme dalam karya ini yang kemudian dijadikan refleksi
kaum wanita dalam kesetaraan gender (Emansipasi).
Dilihat dari struktur fisiknya novel Anteping Tekad memiliki
bentuk yang cukup menarik dengan sampul berwarna kuning ke orenan dengan gambar
seorang wanita berambut panjang yang memegang bunga berjumlah tiga buah dan
berlatar sebuah pohon yang disampingnya terdapat pusaran seperi sarang
laba-laba dengan warna dominan hitam. Judul ditulis besar dengan huruf kapital
tegak berwarna hitam yaitu ANTEPING TEKAD.Nama pengarang berada
dibawah judul tersebut dengan warna yang sama yaitu warna hitam. Sedangkan nama
penerbit “Balai Pustaka” berada di bagian bawah tengah dengan logo disebelah
kiri.
Novel Anteping Tekad terdiri atas 219 lembar yang terbagi
kedalam 16 bab, tanpa penanda atau subjudul di dalamnya. Secara umum 16 bab itu
berkisah sebagai berikut:
Bab 1 : Merupakan pengenalan awal tentang para tokoh, yang
diawali perbincangan Ny Prawoto dengan Ny. Sutarno yang membutuhkan
seorang rewang atau teman beres-beres. Dan Ny. Prawoto
merekomendasikan Indiah atau irah sebagai gantinya.
Bab 2 : Indiah menyajikan makanan dan
minuman kepada Nyi Sutarno dan suaminya yang sedang berbincang.
Bab 3 : Indiah alias irah menulis buku
harian yang menceritakan tentang kehidupannya sebelum mengabdi sebagai rewang di
rumah keluarga Sutarno, pada babini juga diceritakan tentang impian-impian Irah
yang coba ia wujudkan.
Bab 4 : Indiah yang berbincang
dengan Suwarni dengan sedikit celotehan setelah itu ia menyajikan
minuman kepada teman-teman kuliah Sundoro. Yang selanjutnya Irah digoda oleh
mereka
Bab 5 : Indiah mendapat nasihat dari Ny.
Sutarno mengenai kepergianya dari desa yang tidak meminta izin terlebih dahulu
kepada orang tuanya.
Bab 6 : Indiah menerima surat dari Sukri teman Sundoro.
Bab 7 : Indiah jatuh
cinta kepada Sundoro, majikanya yang telah bertunangan dengan Utami.
Bab
8 : Indiah mengepel lantai.
Indiah dimintai tolong untuk menjahitkan baju Sundoro.
Sundoro mengungkapkan rasa cintanya kepada Indiah.
Bab
9 : Pertengkaran antara Ny. Sutarno dan Sundoro.
Ny. Sutarno meminta Indiah untuk meninggalkan rumahnya.
Bab 10:
Indiah meningglakan keluarga Ny. Sundoro.
Bab 11 : Indiah mengabdi kepada keluarga Ny. Sujoko di
Jakarta sebagai pengasuh anak.
Bab 12 :Indiah bertemu dengan Istinah teman SD waktu masih di desa. Ketika
Istina ke rumah Ny. Sujoko.
Bab 13 :Indiah dilamar oleh Sukri yang sudah beristri,
tetapi dia menolaknya.
Bab 14 : Indiah dilamar Suwandana teman waktu di desa yang
dinas di Kebayoran juga ditolak.
Bab 15 : Utami isteri Ir. Sundoro meninggal ketika melahirkan anak
pertamanya.
Bab 16 : Indiah
menikah dengan Ir. Sundoro yang sudah berstatus duda.
3. Fungsi Gaya Bahasa
Menurut isi teks Anteping Tekad, Irah alias Indiah
mengalami perjalan hidup yang berliku-liku. Dimulai dengan ketidak
beruntungannya dalam menghadapi hidup setelah lulus SMP hingga perjodohanya
dengan duda tukang kawin cerai, yang membanya berani meninggalkan
rumah ke kota besar Jakarta dan mengabdi sebagai pembantu di Bogor. Mengabdikan
diri sebagai rewang keluarga Sutarno.
Indiah
yang mulai menikmati kehidupanya sebagai pembantu menjadi tidak tentram akibat
perbuatan tokoh Sukri teman Sundoro. ketika Indiah menyajikan
minuman. Demikian juga pada peristiwa ketika Indiah didekati oleh Gimin, teman
sesama pembantu.
Pergolatan batin dalam diri Indiah apa yang harus dilakukan dengan surat
Sukri, Lamaran Gimin, sedangakn dia sudah mulai mencintai Sundoro majikanya
yang sudah bertunagan dengan Utami. Tanpa disadari ternyata rasa cintanya
terhadap Sundoro semakin besar. Hal itu membuat indiah semakin kacau apalagi
setelah tahu bahwa orang yang dicintainya setelah lulus kuliah akan seger
menikah dan melanjutkan pendidikanya di luar negeri. Rasa sedih akan kehilangan
orang yang dicintai membuat indiah merasa putus asa. Namun ternyata Sundoro,
majikannya juga mempunyai rasa yang sama kepada Indiah, dan secara
terang-terangan mengakui cintanya. Hal ini membuat Ny.Sutarno marah dan
mengusir Indiah dari rumahnya. Setelah diusir Indiah bertemu dengan Istinah, teman
SMP nya yang telah dipersunting oleh dokter. Dan dipekerjakan sebagai pengasuh
anakanya. Ia juga berhasil melanjut
BUNCIS pada pandangan kebanyakan orang adalah salah satu
jenis sayuran untuk lauk pauk. Tapi Buncis yang dimaksud bukanlah itu, Buncis
di sini adalah kesenian angklung rakyat Banyumas. Pada kesenian ini pemain
terdiri dari tujuh orang sebagai penari sekaligus penyanyinya. Enam orang
diantaranya memegang alat musik angklung
bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6 (nem), 1 (ji tinggi), 2 (ro tinggi) dan satu
orang diantaranya memegang gong bumbung. Nyanyian yang biasa dibawakan yaitu
berupa gendhing-gendhing Banyumasan, antara lain : Blendrong Kulon,
Eling-eling, Gudril, Kulu-kulu, Lor Garut, Manyar Sewu, Pacul Gowang, Renggong
Manis, Ricik-ricik, dan Sekar Gunung.
Dalam keseluruhan penampilannya para pemain mengenakan
rompi, layaknya seorang prajurit kerajaan tempo dulu dan menggunakan celana
yang panjangnya di atas mata kaki. Serta mengenakan potongan kain pada
celananya menyerupai rumbai-rumbai. Sedang pada kepalanya mengenakan mahkota
dari tapas kelapa yang dihiasi bulu ayam. Dalam keseluruhan penampilannya
menyerupai pakaian orang Dayak.
Setelah mengalami pasang surut buncis saat ini masih tetap
bertahan di Banyumas, tepatnya di Grumbul Lampeng, Desa Tanggeran, Kecamatan
Somagede. Untuk saat ini buncis hanya tersisa tiga kelompok saja. Di Desa
Tanggeran dua kelompok tepatnya di Grumbul Lampeng dan Grumbul Banjengan, dan
di Desa Klinting satu kelompok.
Menurut Bapak Awin, minggu ( 30 / 4 ) Grumbul Lampeng
merupakan cikal bakal buncis di Kecamatan Somagede. Menurutnya buncis berasal
dari kata “ Bun “ yang berarti buntaran atau kepala keris dan “ Cis “ yang
berarti senjata. Antara nama buncis dengan sejarahnya memanglah ada
keterkaitan, yaitu dari cerita Raden Prayitno yang mempunyai senjata berupa patron
atau keris kecil. Pada suatu saat buntaran keris tersebut lepas dan pecah lalu
keluar manusia-manusia berbulu yang dikenal dengan buncis.
Menurut Bapak Santarji ( 30 / 4 ) yang merupakan ketua
buncis Grumbul Lampeng. Ia mempunyai kekhawatiran kalau seni buncis ditempatnya
hilang dimakan zaman. Oleh karena itu, ia mendirikan rombongan buncis baru
untuk menggantikan rombongan buncis yang telah bubar. Untuk rombongan buncis
saat ini, Ia memberikan nama “ Ngudi Utama “ sebagai yang pertama. Anggota rombongan
sekarang ini merupakan anggota buncis lawas dan kekurangannya mengambil dari
remaja sekitar. Untuk mengasah kemampuan rombongan buncis ini melakukan latihan
rutin setiap rabu malam dan sabtu malam di kediaman Bapak Raji Samin ( Indra
Kukuh Subekti ).
kan sekolahnya di bangku SMA. Pada
kesempatan itu ia kembali bertemu dengan Suwondo dan Sukri yang kembali ingin
meminangnya namun keduanya ditolak oleh Indiah.
Hingga pada akhirnya ada kabar bahwa Utami Istri Sundoro meninggal saat
malahirkan, dan akhirnya Sundoro menjemput Indiah dan mempersuntingnya.
Melalui gaya bahasa, penggunaan gaya bahasa dimaksudkan untuk menandai alur
serta jalan cerita. Secara umumpun jalinan peristiwa disajika secara
kronologis. Peristiwa –peristiwa utama dalam alur utama mempunyai hubungan
sebab akibat, disajikan secara beruntun atau kronologis . Diawali dengan
peristiwa pertemuan Indiah dengan keluarga Ny. Sutarno dan diakhiri dengan
pernikahan Indiah dengan Sundoro, adik Ny. Sundoro.
Peristiwa kecil dalam alur utama ada yang disajikan dengan teknik flash
backatau sorot balik. Sebagai contoh sorot balik saat Indiah menulis di
buku harian dan sebagainya.
Gaya bahasa selain berfungtsi untuk menyusun secara rapi alur peristiwa
dalam cerita, juga berfungsi untuk menggambarkan tokoh dan penyajian watak
serta pencitraan.
Novel ini sebagai karya sastra mengandung banyak makna dan
ideologi di dalamnya. Sebagaimana adanya anggapan bahwa karya sastra termasuk
novel merupakan cermin kehidupan yang menampilkan gambaran kehidupan dan
kehidupan itu adalah kenyataan sosial. Dengan demikian karya sastra adalah
bagian dari replika kehidupan yang tersaji dan dapat dinikmati melalui sarana
bahasa.
Wah bagus bgt
BalasHapusKEREN
BalasHapusbakso kon*tol
BalasHapusbakso kon*tol