Sabtu, 10 Januari 2015

BUNCIS



BUNCIS pada pandangan kebanyakan orang adalah salah satu jenis sayuran untuk lauk pauk. Tapi Buncis yang dimaksud bukanlah itu, Buncis di sini adalah kesenian angklung rakyat Banyumas. Pada kesenian ini pemain terdiri dari tujuh orang sebagai penari sekaligus penyanyinya. Enam orang diantaranya memegang alat musik  angklung bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6 (nem), 1 (ji tinggi), 2 (ro tinggi) dan satu orang diantaranya memegang gong bumbung. Nyanyian yang biasa dibawakan yaitu berupa gendhing-gendhing Banyumasan, antara lain : Blendrong Kulon, Eling-eling, Gudril, Kulu-kulu, Lor Garut, Manyar Sewu, Pacul Gowang, Renggong Manis, Ricik-ricik, dan Sekar Gunung.
Dalam keseluruhan penampilannya para pemain mengenakan rompi, layaknya seorang prajurit kerajaan tempo dulu dan menggunakan celana yang panjangnya di atas mata kaki. Serta mengenakan potongan kain pada celananya menyerupai rumbai-rumbai. Sedang pada kepalanya mengenakan mahkota dari tapas kelapa yang dihiasi bulu ayam. Dalam keseluruhan penampilannya menyerupai pakaian orang Dayak.
Setelah mengalami pasang surut buncis saat ini masih tetap bertahan di Banyumas, tepatnya di Grumbul Lampeng, Desa Tanggeran, Kecamatan Somagede. Untuk saat ini buncis hanya tersisa tiga kelompok saja. Di Desa Tanggeran dua kelompok tepatnya di Grumbul Lampeng dan Grumbul Banjengan, dan di Desa Klinting satu kelompok.
Menurut Bapak Awin, minggu ( 30 / 4 ) Grumbul Lampeng merupakan cikal bakal buncis di Kecamatan Somagede. Menurutnya buncis berasal dari kata “ Bun “ yang berarti buntaran atau kepala keris dan “ Cis “ yang berarti senjata. Antara nama buncis dengan sejarahnya memanglah ada keterkaitan, yaitu dari cerita Raden Prayitno yang mempunyai senjata berupa patron atau keris kecil. Pada suatu saat buntaran keris tersebut lepas dan pecah lalu keluar manusia-manusia berbulu yang dikenal dengan buncis.
Menurut Bapak Santarji ( 30 / 4 ) yang merupakan ketua buncis Grumbul Lampeng. Ia mempunyai kekhawatiran kalau seni buncis ditempatnya hilang dimakan zaman. Oleh karena itu, ia mendirikan rombongan buncis baru untuk menggantikan rombongan buncis yang telah bubar. Untuk rombongan buncis saat ini, Ia memberikan nama “ Ngudi Utama “ sebagai yang pertama. Anggota rombongan sekarang ini merupakan anggota buncis lawas dan kekurangannya mengambil dari remaja sekitar. Untuk mengasah kemampuan rombongan buncis ini melakukan latihan rutin setiap rabu malam dan sabtu malam di kediaman Bapak Raji Samin ( Indra Kukuh Subekti ). 

Analisis Alur Tunggak-Tunggak Jati



Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang di susun berdasarkan hubungan kausalitas. Secara garis besar alur di bagi tiga bagian, yaitu awal, tengah, akhir (Sayuti 2000). Akan tetapi daam kenyataannya alur dalam sebuah karya fiksi di susun berdasarkan pilihan pengarang itu sendiri. Oleh karena itu, awal alur tidak harus merupakan awal cerita. Tergantung bagaimana pengarang memposisikan dan memainkannya.

1.             Pengenalan Cerita
Cerita novel Tunggak-tunggak Jati dimulai dari ketika dulu Karmodo yaitu keluarga besar Pak Karsono berada di sebuah perkebunan bernama Bia Biau.

2.             Konflik
Karmodo diusir karena ketahuan jatuh cinta dengan putri sang majikan, Lien Nio. Jadi Karmodo mengembara dan mencari pangkat agar bisa menikahi kekasihnya itu.

3.             Klimaks
Pengembaraan Karmodo membuahkan hasil, Dia menjadi insinyur  muda dan pulang kembali ke desanya di Kalidawir dan bisa membebaskan keluarganya agar tidak bekerja lagi di perkebunan. Dia juga mencabut tanah seorang keturunan Cina yang merupakan papahnya Lien Nio.

4.             Penyelesaian
Papah cina Bian Biau yang tidak bersedia tanahnya dicabut, mencari cara dengan memikat hati Karmodo lewat putrinya.

5.             Konflik
Lien Nio tidak mau, justru dia memilih pergi ke keluarga jawa sang Ibu di Parijatah karena dia tidak mau jadi alat peminta kekayaan papahnya. Padahal sekarang papahnya tidak bisa menerima hubungan antar etnis cina dengan jawa.

6.             Klimaks
Tugas menumbuhkan cinta Karmodo dilaksanakan oleh adik Lien Nio, Siau Yung, yang baru putus dengan tunangannya yang menyukai adiknya Karmodo, yaitu Karsini.

7.             Penyelesaian
Karmodo teguh pendiriannya, sehingga dia tau siasat yang dilakukan oleh Bian Biau dan Pak Mujahit serta antek-anteknya. Jadi ketika Bian Biau pergi ke rumah Karmodo, Karmodo menolak pembicaraan tentang tanah milik Bian Biau.

8.             Konflik
Bian Biau meninggal karena terlalu memikirkan kekayaannya. Lian Nio kembali ke rumahnya dan dipasrahkan untuk mengurus semua peninggalan papahnya.

9.             Klimaks
Pak Mujahit, Mandor Lauri dan para tukang yang ada di perkebunan Bian Biau berdemonstrasi kepada Karmodo dan mengancam akan mengusir dirinya karena sudah bisa mencabut haknya Bian Biau prastawa kekayaannya.

10.         Anti-klimaks
Ing Liem, kekasih Karsini adik Karmodo berbicara tentang demonstrasi tersebut dengan Lien Nio dan meminta dirinya untuk mengusir dan membubarkan demonstrasi tersebut karena Karmodo tidak salah. Hal itu dilakukan oleh Karmodo demi kebaikan.

11.         Penyelesaian
Lien Nio membujuk semua warga yang berdemonstrasi agar membubarkan diri dan kemudian meminta agar mereka berterimakasih kepada keluarga besar Karmodo dan juga meminta maaf atas sikapnya selama ini kepada dirinya. Dan akhirnya Karmodo menikahi Lien Nio dan hidup bahagia selama-lamanya.

Analisis Satuan Cerita “Ngulandara”




Bab I     Oto Mogok
Mobil yang dinaiki oleh Raden Bei Asisten Wedan, Raden Ayu Asisten Wedana dan Raden Ajeng Tien mogok dan ditolong oleh seorang supir yang sangat sopan.
Bab II    Batal Meksa
Tadinya Raden Bei Asisten Wedana ingin memaksa memberikan sejumlah uang kepada sang supir, tapi sang supir pergi begitu saja.
Bab III  Nyonya Oei Wat Hien
Ternyata supir yang pernah menolong keluarga Wedana adalah supirnya Nyonya Oei Wat Hien yang bernama Rapingun.
Bab IV  Sampun Kraos
Rapingun menjadi bekerja pada  Raden Ayu Asisten Wedana dan hatinya sudah betah bekerja di situ.
Bab V    Ngajari Kapal
Rapingun mengajari kuda yang bernama Hei. Berkat keuletan Rapingun, Hei yang awalnya sangat liar menjadi jinak dan bisa dinaiki.
Bab VI  Peken Malem ing Magelang
·           Rapingun menangkap tubuh Raden Ajeng Tien ketika dia akan jatuh.
·           Ketika sampai di pasar malam Raden Bei Mantri, Raden Ayu Mantri, Raden Ajeng Tien dan Rapingun terlihat bahagia.
Bab VII Manahipun Kagol
Tiba-tiba ada dua lelaki mencurigakan yang mengawasi Raden Ajeng Tien dan membuatnya pucat.
Bab VIII Ngaji Wilujenging Bendara
Rapingun pingsan setelah berkelahi dengan Hardjana dan Suratana, dua lelaki mencurigakan yang terus mengawasi Raden Ajeng Tien. Dan ternyata salah satu dari mereka pernah menyukai Raden Ajeng Tien.
Bab IX  Ngreksa Namaning Bendara
Raden Bei Asisten Wedana lan Raden Ayu Asisten Wedana kaget melihat lengan Rapingun yang membengkak karena dipukul dalam perkelahian tadi dan membawanya ke Rumah Sakit Parakan. Setelah kejadian itu Rapingun menjadi saudaranya Raden Ajeng Tien.
Bab X    Wonten ing Griya Sakit
·              Raden Ajeng Tien menemukan sebuah surat di kamar Rapingun dan Rapingun mengatakan bahwa itu surat untuk Raden Mas Satunta yang dititipkan padanya.
·              Raden Ajeng Tien memberikan cinderamata sebuah kalung dan mainan jantung hasil keringatnya sendiri kepada Rapingun.
Bab XI  Pamit
Rapingun bercerita pada Raden Bei Asisten Wedana lan Raden Ayu Asisten Wedana bahwa dirinya teringat pada orang tuanya karena sudah sepuluh bulan tidak bertemu. Dan kemudian Rapingun meminta izin untuk pulang ke rumah orang tuanya selama sebulan.
Bab XII Serat Saking Rapingun
Datanglah surat ke kediaman Raden Bei Asisten Wedana yang berasal dari Rapingun, berisi bahwa dirinya keluar dari pekerjaannya karena dia sudah berjanji kepada Ndara Subijakta untuk mencari Raden Mas Sutanta.
Bab XIII Let Nem Wulan
Raden Mas Sutanta atau Rapingun bertemu kembali dengan keluarga Asisten Wedana ketika dirinya mengunjungi kediaman Den Bei Mantri Guru.
Bab XIV Sasampunipun Wolung Wulan
Raden Mas Sutanta menikah dengan Raden Ajeng Tien.