Abimanyu Gugur
Dalam episode perang
Baratayuda, dikisahkan Abimanyu sengaja disembunyikan oleh kedua orangtuanya
dan didukung oleh saudara-saudaranya kadang Pandawa. Abimanya menjadi pewaris
tahta kerajaan Amarta, sehingga keselamatan Abimanyu menjadi sangat berarti bagi
Keluarga Kerajaan Amarta. Abimanyu menjadi simbul kemenangan Kadang Pandawa
sehingga pantaslah dalam perang besar baratayuda itu ia disembunyikan di tempat
yang sangat rahasia dijaga oleh istrinya Dewi Utari dan ibunya Woro
Subodro ia tidak boleh keluar dari tempat sembunyi tersebut.
Dewi Utari istri
Abimanyu kebetulan sedang mengandung, sehingga ia tidak mau lepas dari suami
yang tercinta walaupun sebentar saja. Semua orang tua Pandawa memberikan “wanti-wanti”
(pesan yang sangat tidak boleh dilanggar) kepada Abimanyu, bahwa ia tidak boleh
ikut berperang melawan Kurawa.
Setiap manusia memang
memiliki kisah sendiri-sendiri. Sebelum beristri dengan Dewi Utari sebenarnya
Abimanyu telah memiliki istri yang bernama Siti Sendari. Pada waktu kenalan
dengan Dewi Utari Abimanyu mengaku sebagai perjaka. Pada waktu itu Dewi
Utaripun curiga dan tidak percaya kepada Abimanyu karena Dewi Utari kurang
yakin jika Abimanyu belum memiliki istri. Karena terlanjur cinta kepada Dewi
Utari Abimanyu terpaksa berbohong, untuk meyakinkan Dewi Utari ia bersumpah : “Dewi
Utari ingsun isih legan durung duwe kromo.., yen ora percaya aku wani mati
dikrocok gaman sewu”(Dewi Utari saya masih perjaka belum punya
istri jika tidak percaya saya berani sumpah mati ditumbak seribu senjata).
Sumpah kebohongan Abimanyu
disaksikan bumi, langit, laut, dan gunung. Seketika terdengar petir yang
menggelegar..,, kilat menyambar-nyambar. Dewi Utari termakan bujuk rayu dan
sumpah palsu Abimanyu, sehingga terwujud keduanya menjadi pasangan suami istri.
Pada waktu terjadi perang
besar antara pandawa dan kurawa Abimanyu berada pada persembunyian yang
dirahasiakan. Setiap manusia memang memiliki rencana tetapi Tuhan-Pun memiliki
rencana : “wamakaru wamakarullahi, wawallahu khairul makirin”
(orang-orang itu merencanakan kejahatan, Allah-Pun merencakan pula, maka
sebaik-baik rencana adalah rencana Allah.) Dalam persembunyian hati Abimanyu
tidak merasa tentram, makan tidak selera, tidurpun tidak bisa nyenyak. Yang ia
pikirkan hanya “Tegal Kuru Setra” tempat saudara-saudara berjihad perang
melawan kebatilan. Sebagai seorang yang masih berdarah muda hatinya terpanggil,
untuk ikut berperang dimedan laga untuk membela bangsa dan Negara. Dalam
hatinya terjadi perang batin antara mengikuti pesan orang tua atau membela
Negara. Jika ia minta ijin kepada istrinya atau ibunya mustahil keduanya
memberikan ijin.
Abimanyu berdiam diri
termenung memikirkan langkah apa yang terbaik bagi dirinya dan Negaranya. Dalam
keadaan tersebut tiba-tiba ia melihat seekor “undur-undur”
(binatang kecil yang berjalan dengan cara mundur biasanya berada pada
tanah yang berdebu). Binatang tersebut memberikan inspirasi kepada Abimanyu
untuk segera pergi ke medan pertempuran dengan cara mundur-mundur, artinya dia
meninggalkan tempat persembunyiannya dari sedikit demi sedikit setelah istri
dan ibunya terlena segera ia cepat-cepat lari keluar dari persembunyian menuju
medan pertempuran.
Abimanyu sudah
memakai pakaian perang dengan mengendarai kuda. Dengan gagah berani ia segera
menerjang dan memporak porandakan musuhnya yaitu para kurawa. Pasukan Pandawa
yang semula sudah terdesak kini dapat mendesak pasukan Kurawa. Pasukan Kurawa
kalang kabut banyak korban berjatuhan, banyak bala tentara yang mati seperti “babadan
pacing” tumbuhan perdu yang roboh setelah ditebas dengan pedang.
Senopati Kurawa Bagawan
Durna mengumpulkan para jendral untuk mengadakan “briefing”
apa yang menyebakan, langkah/strategi apa yang harus segera ditempuh untuk
mengalahkan Pandawa. Hasil dari briefing tersebut diputuskan strategi perang
yang baru. Apa yang menyebabkan kekuatan Pandawa tiba-tiba meledak-ledak
ternyata ada perwira muda yang gagah berani yaitu Abimanyu.
Bagawan Durna memutuskan
strategi yaitu Pasukan Pandawa harus dipancing dipecah menjadi 3 bagian, Arjuna
dipancing musuhnya keluar dari Tegal Kurusetra lari kearah pantai, Werkudara
dipancing musuhnya lari keselatan kearah pegunungan. Tinggal Abimanyu sendiri
ditinggal di Tegal Kurusetra. Pasukan Kurawa menggunakan gelar perang “tepung
gelang”. Abimanyu yang seorang diri dipancing untuk masuk ke perangkap yang
dirancang Bagawan Durna.
Bagawan Durna memerintahkan
kepada Adipati Karna untuk melepaskan anak panah yang ditujukan ke arah kuda
yang ditunggangi Abimanyu. Kuda Abimanyu roboh seketika ke tanah setelah
terkena anak panah tepat mengenai lehernya. Hati Abimanyu terasa teriris-iris
setelah mengetahui kudanya tewas terkena anak panah. “aja mati dewe
tak belani” (jangan mati sendiri aku membelamu). Abimanyu segera melompat
sambil memegang sebuah pedang mengejar prajurit Kurawa. Siasat perang Bagawan
Durna benar-benar terlaksana, dengan dipancing seorang prajurit Abimanyu masuk
ke perangkap yang dinamakan pasukan “tepung gelang”.
Abimanyu seorang diri dikepung ribuan prajurit yang membentuk lingkaran besar
dengan anak panah siap melesat dari busurnya.
Bagawan Durna memberi
aba-aba satu..,dua…,tigaaaa….,semua prajurit melepaskan anak panah kearah
Abimanyu yang berada di tengah-tengah. Abimanyu terkena panah dari segala arah.
Seluruh tubuh Abimanyu sudah tidak ada bagian yang tidak terkena anak panah.
Darah mengalir membasahi tubuh Abimanyu. Menurut kisah busur panah yang
digunakan prajurit Kurawa sengaja dibuat dari kayu “sempu”,
kayu tersebut yang menyaksikan ketika Abimanyu bersumpah kepada Dewi Tari =
“Adinda Dewi Tari percayalah kepadaku tidak
ada orang yang paling kucinta selain dirimu…, siang malam aku selalu
memikirkanmu, aku tidak bisa lepas dari bayangan wajahmu! Kata Abimanyu.
“Baik.., Kakang Abimanyu. Saya percaya
kalau Kakang mencintaiku.., tetapi Kakang Abimanyu sudah punya istri aku tidak
mau menyakiti perasaan wanita, karena aku juga seorang wanita yang memiliki
perasaan.” Kata Dewi Tari
“Aku masih perjaka Dinda.., Aku belum
beristri ! Abimanyu merayu.
“Aku tidak yakin Kakang Abimanyu masih
perjaka…!” kata Dewi Tari
“Kalau Dinda tidak yakin…, aku berani
bersumpah yang disaksikan oleh bumi, langit, gunung, samudera, dan kayu sempu
ini.., Aku bersumpah bahwa aku masih perjaka jika aku berbohong aku berani mati
dengan dikrocok gaman sewu (ditumbak senjata yang sangat banyak)”
kata Abimanyu.
Sumpah Abimanyu menjadi doa
yang disaksikan oleh bumi, langit, gunung, dan samudera. Sehingga
berhati-hatilah jika kita berbicara ada pepatah mengatakan mulutmu adalah harimaumu.
Abimanyu tidak dapat roboh meskipun terkena ribuan anak panah karena tubuhnya
ditopang oleh ribuan anak panah yang tertancap di badannya. Prajurit Kurawa
segera mendekat karena mengira Abimanyu sudah mati berdiri. Tidak ketinggalan
putera mahkota Kurawa Pangeran Lesmana Mandrakumara ikut mendekat melihat dari
dekat Abimanyu yang sudah tidak berujud manusia tersebut. Dengan kata-kata yang
penuh kesombongan dan menyakitkan Lesmana Mandrakumara menantang Abimanyu.
Dengan pongah ia menantang =
“katanya kamu pasukan khusus…, hayo mana
sekarang kekuatanmu. Ternyata kamu hanya jago ayam potong…, tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan aku. Hayo mana kekuatanmu lawan aku..! kata
Lesmana Mandrakumara.
Abimanyu hanya tertunduk
malu, dalam hatinya berkata bunuhlah aku biar aku dapat mati sempurna sebagai
prajurit yang membela kebenaran, keadilan, sebagai prajurit yang “netepi
kesaguhan” mati membela bangsa dan Negara. Air mata Abimanyu
mengalir menetes di sela-sela anak panah yang tertancap di wajahnya. Ia teringat
akan pesan ayahnya Arjuna dan Ibunya Sembodro yang karena cinta kepadanya ia
disembunyikan ditempat rahasia. Tetapi ia sudah terlanjur menjadi korban
peperangan. Abimanyu berkata lirih : “Ayah….., Ibu…., jangan marah, jangan
sedih …, ananda mati lebih dahulu…, jangan salahkan aku karena aku netepi
sumpahku.”
“Jangan menangis kau Abimanyu.., kau
prajurit cengeng…, dimana keberanian kamu…, saat ini kamu pasti akan mati…, aku
bersumpah jika kau mati istrimu yang cantik itu akan aku rebut, istrimu akan
aku boyong ke Kurawa..!” kata Lesmana Mandrakumara.
Mendengar kata-kata Lesmana
Mandrakumara hati Abimanyu menjadi marah karena ada kata-kata akan merebut
istri yang ia cintai, istri yang menyebabkan ia rela mengorbankan segalanya.
Seperti ada kekuatan yang datang, tiba-tiba Abimanyu menebaskan pedang yang
masih ia gengam sebelumnya tepat mengenai leher Lesmana Mandrakumara, seketika
ia roboh bersimbah darah. Lesmana Mandrakumara tewas seketika. Mengetahui putra
mahkota menjadi korban, Jayajatra prajurit pengawal raja menghujamkan tombak ke
arah dada Abimanyu. Abimanyu roboh seketika iapun meninggal dunia.
Berita kematian Abimanyu
segera sampai ketelinga Kadang Pandawa. Dewi Sembodro ibu Abimanyu langsung
lari ke medan pertempuran mencari jasad anaknya. Pasukan pengawal keluarga
kerajaan mengejar Dewi Sembodro. Di tengah tanah lapang ditemukan jasad anaknya
yang penuh dengan luka “tatune arang kranjang”
“anakku yang malang…, mengapa engkau tidak
percaya nasehat ibumu….,kalau kau mati ibumu ikut mati saja……..” Sembodro
jatuh pingsan dekat jasad anaknya.
“Prajurit.., angkat Tuan Putri bawa ke
perkemahan” kata Kresna.
Arjuna segera berlari ikut
mendekat jasad anaknya karena ia baru datang dari tempat yang jauh mengejar
musuhnya. “Dimana anakku….., oh ngger…, mengapa seperti ini…., jangan mati
sendiri, aku akan membalas untuk kamu, Aku bersumpah sebelum matahari terbenam
aku harus dapat membunuh Jayajatra kalau tidak lebih baik aku mati bunuh
diri dengan mati obong(masuk kedalam api yang berasal dari tumpukan kayu
yang dibakar).”
Berita sumpah Arjuna sampai
juga ke telinga prajurit Kurawa, untuk mengatasi hal yang tidak diinginkan
Jayajatra untuk sementara disembunyikan di “Gedong Wojo”
semacam bunker/bangunan bawah tanah yang letaknya tersembunyi. Orang tua
Jayajatra yang bernama Bagawan Sempani selalu berdzikir
meminta kepada sang pencipta agar anaknya tidak mati. Hanya saja kadang
dzikirnya tidak sesuai karena menggunakan bahasa Indonesia : Tu-han, Tu-han,
Tu-han menjadi han-tu, han-tu, han-tu…,anakku Jayajatra hi-dup, hi-dup, hi-dup,
hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup,
hi-dup,………………….dst.
Hari sudah mulai sore tetapi
Arjuna belum dapat membalas kematian anaknya, Kresna yang menjadi botohnya
Pandawa merasa kawatir kalau sampai matahari tenggelam Jayajatra tidak dapat
dibunuh Arjuna harus netepi jiwa kesatriyanya dengan mati obong. Kresna dengan kekuatan
batinnya menciptakan mendung hitam gelap sehingga tampak hari sudah hampir
malam. Beliau minta kadang Pandawa untuk menyiapkan kayu bakar dan para
prajurit agar berteriak sekeras-kerasnya = Arjuna mati obong…!, Arjuna mati
obong…!, Arjuna mati obong…!, Arjuna mati obong…!, Arjuna mati obong…!, suara
itu terdengar sampai ke perkemahan prajurit Kurawa karena mengira hari sudah
malam, prajurit Kurawa berbondong-bondong mendekat ke perapian ingin melihat
dari dekat Arjuna mati obong.
Jayajatra yang berada di
Gedong Wojopun mendengar sayup-sayup Arjuna mati obong…!, Arjuna mati obong…!,
Arjuna mati obong…! Ingin rasanya ia mengetahui apa yang terjadi. Jayajatra
memberanikan diri membuka jendela untuk melihat apa yang terjadi dari balik
jendela. Bagawan sempani tak henti-hentinya berdzikir kepada Tuhan agar sampai
matahari tenggelam nanti anaknya selamat.
Kresna tahu bahwa Jayajatra
tidak akan mati jika ayahnya (Bagawan Sempani) berdzikir dengan selalu
mengucapkan kata-kata hidup, hidup, hidup…maka Jayajatra tidak akan mati.
Tetapi tidak kurang akal,
Kresna mengubah wujudnya menjadi seekor lalat yang mengganggu Bagawan Sempani
yang sedang berdzikir. Lalat tersebut hinggap dibibir Bagawan Sempani, sebentar
terbang hinggap di mata sebentar hinggap di bibir kanan Bagawan Sempani, ketika
dipukul pakai tangan lalat tersebut hinggap di pelipis.
Pada saat dzikir Bagawan
Sempani selalu mengucapkan kata-kata = “Anakku Jayajatra hidup, hidup, hidup” tiba-tiba
lalat hinggap dipupu Bagawan Sempani, sejenak dzikir Bagawan Sempani terdiam
sebentar, kemudian dengan mengambil ancang-ancang Bagawan Sempani memukul lalat
tersebut dengan tangannya “mati, mati, mati kamu” seketika lalat
berubah wujud menjadi Kresna dengan berkata “Bagawan Sempani anakmu
Jayajatra mati.”
Ditempat yang terpisah
Arjuna sudah bergerilya mengintip persembunyian Jayajatra di Gedong Wojo.
Jayajatra berusaha membuka jendela untuk mengetahui apa benar Arjuna mati
obong. Pada waktu Jayajatra membuka jendela secepat kilat melesat panah Arjuna
tepat mengenai leher Jayajatra bersamaan dengan Dzikir Bagawan Sempani berucap
mati, mati, mati,… maka tewaslah Jayajatra dan lunaslah sumpah Arjuna. Ternyata
hari belum malam, setelah mendung hilang matahari tampak bersinar ikut
menyaksikan tewasnya sang angkara murka Jayajatra.
Gugurnya Abimanyu dalam
perang Baratayuda dalam khasanah budaya jawa akibat sumpah palsu yang pernah ia
lontarkan kepada Dewi Utari sebagai pembelajaran “ngunduh wohing
pakarti, sing nandur kabecikan ngunduh kabecikan sing nandur ala bakale cilaka”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar