Rabu, 03 Desember 2014

Sintren




Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. TarI Sintren Jawa Tengah ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.
     


 I. ARTI KATA
Mengapa Bernama Sintren? Dari segi asal usul bahasa (etimologi) Sintren merupakan gabungan dua suku kata “Si” dan “tren”. Si dalam bahasa Jawa berarti “ia” atau “dia” dan “tren” berarti “tri” atau panggilan dari kata “putri” (Sugiarto, 1989:15). Sehingga Sintren adalah ” Si putri” yang menjadi pemeran utama dalam kesenian tradisional Sintren
Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang.Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).

 II. SEJARAH DAN ASAL MULA TARI SINTREN
Pada zaman dahulu, Kalisabak dipimpin oleh seorang penguasa wilayah yang bernama Raden Bahureksa.Ia tinggal bersama istrinya yang bernama Roro Rantamsari dan putra semata wayangnya, Raden Sulandono. Raden Sulandono tumbuh menjadi seorang pangeran yang tampan dan baik budi pekertinya.Perilakunya yang sopan dan tidak membeda-bedakan teman pergaulan, menjadikannya memiliki banyak teman.Ia suka bergaul dengan rakyat biasa, dan berkunjung sampai ke desa-desa.
Sementara itu, di sebuah dusun yang menjadi wilayah Kalisabak, tersebutlah gadis bernama Sulasih.Sulasih, gadis cantik berbudi itu menjadi kembang desa kebanggan para pemuda.
Suatu hari saat berkunjung ke desa itu, bertemulah Raden Sulandono dengan Sulasih.Raden Sulandono langsung jatuh cinta pada Sulasih.Cinta mereka pun bertaut, tanpa mempermasalahkan status mereka yang berbeda.Namun rupaya Raden Bahureksa menghalangi cinta putranya.Ia beranggapan Sulasih tidak cocok untuk putranya. Walaupun terus dihalang-halangi ayahnya, hubungan cinta Raden Sulandono dan Sulasih terus berlanjut.Tak lama berselang, Raden Bahureksa meninggal dunia, disusul Rara Rantamsari.
Sebenarnya, banyak pemuda yang terpikat pada kecantikan Sulasih.Suatu waktu, Sulasih disembunyikan oleh para pemuda itu agar tidak dapat bertemu lagi dengan Raden Sulandono.Mengetahui kekasihnya disembunyikan, maka terjadi pertarungan antara Raden Sulandono dengan para pemuda desa tersebut.Dan karena dikeroyok, Raden Sulandono kalah.Namun sebelum celaka, Raden Sulandono diselamatkan oleh roh Roro Rantamsari yang kemudian memerintahkan Raden Sulandono untuk bertapa dan memberinya sehelai saputangan. Dia disarankan untuk menjadi penari pada upacara bersih desa yang akan datang.
Pada malan bulan purnama pada saat upacara bersih desa dimulai, melalui perantara Roro Rantamsari, roh bidadari didatangkan agar menyatu ke dalam tubuh Sulasih sehingga ia mampu menari di acara bersih desa. Roh Rantamsari kemudian mendatangi Raden Sulandono yang sedang bertapa agar segera bangun dan cepat-cepat mendatangi upacara bersih desa tersebut.Dalam kesempatan itu Raden Sulandono melemparkan saputangan pemberian ibundanya, maka pingsanlah Sulasih yang sedang menari.Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh Raden Sulandono yang segera membawa lari Sulasih.
 
III. BENTUK PENYAJIAN SINTREN
Pra pertunjukan, adalah saat dimulainya tabuhan gamelan sebagai tanda akan dimulainya pertunjukan kesenian sintren dan dimaksudkan untuk mengumpulkan massa atau penonton.
Dupan, yaitu acara berdoa bersama-sama diiringi membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selama pertunjukan terhindar dari mara bahaya.
Membentuk (menjadikan) sintren.Tahapan menjadikan sintren dilakukan oleh Pawang yang dengan membawa calon penari sintren bersama dengan 4 (empat) orang pemain. Dayang sebagai lambang bidadari (Jawa: Widodari patang puluh) sebagai cantriknya Sintren. Kemudian Sintren didudukkan oleh Pawang dalam keadaan berpakaian biasa dan didampingi para dayang/cantrik.Pawang segera menjadikan penari sintren secara bertahap, melalui tiga tahapan.
 
IV. TAHAPAN MENJADI SINTREN
Tahapan menjadikan sintren dilakukan oleh Pawang dengan membawa calon penari sintren bersama dengan 4 (empat) orang pemain.
Dayang sebagai lambang bidadari (Jawa: Widodari patang puluh) sebagai cantriknya Sintren. Kemudian Sintren didudukkan oleh Pawang dalam keadaan berpakaian biasa dan didampingi para dayang/cantrik. Pawang segera menjadikan penari sintren secara bertahap, melalui tiga tahap :
Tahap Pertama, pawang memegang kedua tangan calon penari sintren, kemudian diletakkan di atas asap kemenyan sambil mengucapkan mantra, selanjutnya calon penari sintren dengan tali melilit ke seluruh tubuh.
Tahap Kedua, calon penari sintren dimasukkan ke dalam sangkar (kurungan) ayam bersama busana sintren dan perlengkapan merias wajah. Beberapa saat kemudian kurungan dibuka, sintren sudah berdandan dalam keadaan terikat tali, lalu sintren ditutup kurungan kembali.
Tahap Ketiga, setelah ada tanda-tanda sintren sudah jadi (biasanya ditandai kurungan bergetar/bergoyang) kurungan dibuka, sintren sudah lepas dari ikatan tali dan siap menari. Selain menari, adakalanya sintren melakukan akrobatik di antaranya ada yang berdiri diatas kurungan sambil menari.Selama pertunjukan sintren berlangsung, pembakaran kemenyan tidak boleh berhenti.

V. BALANG DAN TEMOHAN
Balangan yaitu pada saat penari sintren sedang menari maka dari arah penonton ada yang melempar (Jawa : mbalang) sesuatu ke arah penari sintren. Setiap penari terkena lemparan maka sintren akan jatuh pingsan. Pada saat itu, pawang dengan menggunakan mantra-mantra tertentu kedua tangan penari sintren diasapi dengan kemenyan dan diteruskan dengan mengusap wajah penari sintren dengan tujuan agar roh bidadari datang lagi sehingga penari sintren dapat melanjutkan menari lagi.Sedangkan temohan adalah penari sintren dengan nyiru/tampah atau nampan mendekati penonton untuk meminta tanda terima kasih berupa uang ala kadarnya.
 
VI. TEMPAT PENYAJIAN TARI SINTREN
Tempat yang digunakan untuk pertunjukan kesenian sintren adalah arena terbuka.Maksudnya berupa arena pertunjukan yang tidak terlihat batas antara penonton dengan penari sintren maupun pendukungnya.Hal ini dimaksudkan agar lebih komunikatif dengan dibuktikan pada saat acara balangan dan temohan, dimana antara penonton dan penari sintren terlihat menyatu dalam satu pertunjukan dengan ikut menari setelah penonton melakukan balangan pada penari sintren.
 
VII. WAKTU PENYAJIAN TARI SINTREN
Pegelaran sintren semula disajikan pada waktu sunyi dalam malam bulan purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi kalau dipentaskan pada malam kliwon, karena dikandung maksud bahwa sintren sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya roh halus yang menjelma menyatu dengan penari sintren.Namun demikian pada saat sekarang ini pertunjukan sintren dapat dilaksanakan kapan saja baik siang atau malam hari tidak tergantung pada malam bulan purnama.
 
VIII. BUSANA SINTREN
Busana yang digunakan penari sintren dulunya berupa pakaian kebaya (untuk atasan) sekarang ini menggunakan busana golek.Busana kebaya ini lebih banyak dipakai oleh wanita yang hidup di desa-desa sebagai busana keseharian. Adapun macam-macam busana yang lain sebagai pelengkap busana penari sintren dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Baju keseharian, yang dipakai sebelum pertunjukan kesenian sintren berlangsung.
2. Baju golek, adalah baju tanpa lengan yang biasa dipergunakan dalam tari golek.
3. Kain atau jarit, model busana wanita Jawa.
4. Celana Cinde, yaitu celana tiga perempat yang panjangnya hanya sampai lutut.
5. Sabuk, yaitu berupa sabuk lebar dari bahan kain yang biasa dipakai untuk mengikat sampur.
6. Sampur, berjumlah sehelai/selembar dililitkan di pinggang dan diletakkan di samping kiri dan kanan kemudian diutup sabuk atau diletakkan didepan.
7. Jamang, adalah hiasan yang dipakai dikepala dengan untaian bunga melati di samping kanan dan kiri telinga sebagai koncer.
8. Kaos kaki hitam dan putih, seperti ciri khas kesenian tradisional lain khususnya di Jateng.
9. Kacamata Hitam, berfungsi sebagai penutup mata karena selama menari, sintren selalu memejamkan mata akibat kerasukan “trance”, juga sebagai ciri khas kesenian sintren dan menambah daya tarik/mempercantik penampilan.
 

IX. ALAT MUSIK DAN TEMBANG PEGIRING
Pada awal munculnya kesenian sintren, alat musik yang digunakan untuk mengiringi adalah alat musik tetekan sebagai ritme dan melodi, bumbung besar (bambu dipotong) sebagai gong dan kendang. Setelah alat musik gamelan membudaya di kalangan masyarakat, kesenian sintren tidak lagi menggunakan alat musik tetekan dan bumbung besar melainkan menggunakan instrumen gamelan khas laras slendro.
Jenis tembang yang biasanya digunakan mengiringi kesenian sintren adalah :
a). tembang sulasih sulandono laras slendro pathet manyuro;
b). tembang turun-turun sintren, laras slendro pathet manyuro ;
c). tembang pitik walik, laras slendro pathet manyuro;
d). tembang kembang laos, laras slendro pathet manyuro.
Menurut fungsinya tembang pengiring sintren digolongkan menjadi 5 (lima) bagian, yaitu :
1. Iringan proses pembentukan sintren. Tembang turun sintren digunakan sebagai doa pembuka agar roh Sulasih masuk ke dalam raga calon penari sintren. Saat tembang dilantunkan maka penari sintren akan ganti pakaian dari pakaian biasa dengan pakaian sintren dalam keadaan badan terikat tali dan dalam kurungan.
2. Iringan penyajian hiburan. Tembang dolanan khas sintren dan tembang yang sesuai keadaan saat ini misalnya lagu-lagu campursari.
3. Iringan permohonan dan puji rahayu (pengruwatan). Lagu kembang orok-orok atau kembang lombok untuk permohonan sintren ganti busana misalnya dari pakaian kebaya menjadi rok. Tembang kawula gusti, untuk permohonan maaf kepada sintren yang pingsan karena marah atau tidak berkenan hatinya.Tembang kembang mawar, dilantunkan untuk mengiringi permintaan temohan kepada penonton.
4. Iringan penyajian akrobat. Tembang dayung untuk atraksi permainan piring dan lilin.Tembang ayam walik untuk permainan naik diatas kurungan. Tembang hertu gelang untuk permainan duduk diatas pucuk keris.
5. Iringan Penutup. Tembang turun sintren, untuk pertanda bahwa permainan sintren akan usai. Tembang piring kedawung, untuk melepas roh Dewi Sulasih dan sintren berganti busana keseharian.
   
X. SENIMAN SINTREN
Terdiri dari 1 orang pawang boleh laki-laki atau perempuan, penari sintren 1 orang seorang remaja putri yang masih gadis (lajang), dayang cantrik biasanya berjumlah 4 orang seniwati dan maksimal 10 orang, dan pengiring musik / tembang terdiri dari 3 orang seniwati sebagai penggerong (vokalis) dan 1 group pengrawit (penabuh gamelan) yang biasanya berjumlah lebih kurang 10 orang. 

XI. FUNGSI KESENIAN SINTREN
Adapun fungsi dari kesenian sintren sebagai berikut:
1. Sebagai sarana hiburan masyarakat.
2. Apresiasi seni dan nilai-nilai estetik masyarakat.
3. Digunakan untuk keperluan upacara-upacara ritual seperti : bersih desa, sedekah laut, upacara tolak bala, nadzar, ruwatan dan pernikahan.
4. Untuk memeriahkan peringatan hari-hari besar, seperti hari ulang tahun kemerdekaan, hari jadi.


XII. SYARAT MENJADI SINTREN DAN RITUALNYA
Sintren adalah sejenis kesenian tari yang di dalamnya terdapat unsur gaib,dimana calon penari akan dirasuki jin penari. Untuk menjadi penari sintren tdk dbutuhkan keahlian menari. Syarat utama adl gadis yg masih perawan. Konon jika sudah tak perawan,jin tdak mau masuk ketubuh si penari.
Ada ritual2 tertentu yg harus dilakukan sebelum melakukan pertunjukan tari. Salah satunya adalah kurungan (semacam kurungan ayam tapi ukurannya lebih besar). Untuk membuat kurungan tidak bisa dilakukan oleh smbrang orang. Harus orang yg mempunyai kemampuan olah batin yg mempuni. Bambu yg digunakan pun harus khusus, Orang yg akan membuat kurungan pun harus menjalani puasa & tirakat. Bambu khusus itu harus disimpan terlebih dahulu di tempat yg di anggap keramat slama 3hr sebelum dibuat kurungan. Setelah kurungan selesai dibuat,maka kurungan akan di bungkus kain hitam.


XIII. TEMBANG DAN SYAIR TARI SINTREN

Turun-turun Sintren
Sintrene widadari
Nemu kembang ning ayunan
Nemu kembang ning ayunan
Kembange siti mahendara
Widadari temurunan ngaranjing ning awak ira

Sih solasih sulandana
Menyan putih pengundang dewa
Ala dewa saking sukma
Widadari temurunan
Turun-turun sintren Sintrene widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan
Kembange si jaya Indra
Widadari temurunan
Kang manjing ning awak ira
Turun-turun sintren sintrene widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan
Kembange si jaya Indra
Widadari temurunan
Kembang gewor bumbung kelapa lumeor
Geol-geol bu Sintren garepan njaluk bodor
Bumbune kelapa muda
Goyang-goyang nyi sintern minta bodor
Kembang kates gandul
Pinggire kembang kenanga
Kembang kates gandul
Pinggire kembang kenanga
Arep ngalor garep ngidul
Wis mana gageya lunga
Kembang kenanga
Pinggire kembang melati
Kembang kenanga pinggire
Kembang melati
Wis mana gageya lunga
Aja gawe lara ati
Kembang jahe laos
Lempuyang kembange kuning
Kembang jahe laos
Lempuyang kembange kuning
Ari balik gage elos sukiki menea maning

Tidak ada komentar:

Posting Komentar