Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat
Jawa, khususnya di Cirebon. TarI Sintren Jawa Tengah ini terkenal di pesisir
utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon,
Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas, dan Pekalongan. Kesenian
Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian
dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan
Sulandono.
I. ARTI KATA
Mengapa Bernama Sintren? Dari segi asal usul bahasa
(etimologi) Sintren merupakan gabungan dua suku kata “Si” dan “tren”. Si dalam
bahasa Jawa berarti “ia” atau “dia” dan “tren” berarti “tri” atau panggilan
dari kata “putri” (Sugiarto, 1989:15). Sehingga Sintren adalah ” Si putri” yang
menjadi pemeran utama dalam kesenian tradisional Sintren
Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci,
dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang.Dalam perkembangannya tari
sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping
dan bodor (lawak).
II. SEJARAH
DAN ASAL MULA TARI SINTREN
Pada zaman dahulu, Kalisabak dipimpin oleh seorang
penguasa wilayah yang bernama Raden Bahureksa.Ia tinggal bersama istrinya yang
bernama Roro Rantamsari dan putra semata wayangnya, Raden Sulandono. Raden
Sulandono tumbuh menjadi seorang pangeran yang tampan dan baik budi
pekertinya.Perilakunya yang sopan dan tidak membeda-bedakan teman pergaulan,
menjadikannya memiliki banyak teman.Ia suka bergaul dengan rakyat biasa, dan
berkunjung sampai ke desa-desa.
Sementara itu, di sebuah dusun yang menjadi wilayah
Kalisabak, tersebutlah gadis bernama Sulasih.Sulasih, gadis cantik berbudi itu
menjadi kembang desa kebanggan para pemuda.
Suatu hari saat berkunjung ke desa itu, bertemulah
Raden Sulandono dengan Sulasih.Raden Sulandono langsung jatuh cinta pada
Sulasih.Cinta mereka pun bertaut, tanpa mempermasalahkan status mereka yang
berbeda.Namun rupaya Raden Bahureksa menghalangi cinta putranya.Ia beranggapan
Sulasih tidak cocok untuk putranya. Walaupun terus dihalang-halangi ayahnya,
hubungan cinta Raden Sulandono dan Sulasih terus berlanjut.Tak lama berselang,
Raden Bahureksa meninggal dunia, disusul Rara Rantamsari.
Sebenarnya, banyak pemuda yang terpikat pada
kecantikan Sulasih.Suatu waktu, Sulasih disembunyikan oleh para pemuda itu agar
tidak dapat bertemu lagi dengan Raden Sulandono.Mengetahui kekasihnya
disembunyikan, maka terjadi pertarungan antara Raden Sulandono dengan para
pemuda desa tersebut.Dan karena dikeroyok, Raden Sulandono kalah.Namun sebelum
celaka, Raden Sulandono diselamatkan oleh roh Roro Rantamsari yang kemudian
memerintahkan Raden Sulandono untuk bertapa dan memberinya sehelai saputangan.
Dia disarankan untuk menjadi penari pada upacara bersih desa yang akan datang.
Pada malan bulan purnama pada saat upacara bersih desa
dimulai, melalui perantara Roro Rantamsari, roh bidadari didatangkan agar
menyatu ke dalam tubuh Sulasih sehingga ia mampu menari di acara bersih desa.
Roh Rantamsari kemudian mendatangi Raden Sulandono yang sedang bertapa agar
segera bangun dan cepat-cepat mendatangi upacara bersih desa tersebut.Dalam
kesempatan itu Raden Sulandono melemparkan saputangan pemberian ibundanya, maka
pingsanlah Sulasih yang sedang menari.Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh
Raden Sulandono yang segera membawa lari Sulasih.
III. BENTUK PENYAJIAN SINTREN
Pra pertunjukan, adalah saat dimulainya tabuhan
gamelan sebagai tanda akan dimulainya pertunjukan kesenian sintren dan
dimaksudkan untuk mengumpulkan massa atau penonton.
Dupan, yaitu acara berdoa bersama-sama diiringi
membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar selama pertunjukan terhindar dari mara bahaya.
Membentuk (menjadikan) sintren.Tahapan menjadikan
sintren dilakukan oleh Pawang yang dengan membawa calon penari sintren bersama
dengan 4 (empat) orang pemain. Dayang sebagai lambang bidadari (Jawa: Widodari
patang puluh) sebagai cantriknya Sintren. Kemudian Sintren didudukkan oleh
Pawang dalam keadaan berpakaian biasa dan didampingi para dayang/cantrik.Pawang
segera menjadikan penari sintren secara bertahap, melalui tiga tahapan.
IV. TAHAPAN MENJADI SINTREN
Tahapan menjadikan sintren dilakukan oleh Pawang
dengan membawa calon penari sintren bersama dengan 4 (empat) orang pemain.
Dayang sebagai lambang bidadari (Jawa: Widodari patang
puluh) sebagai cantriknya Sintren. Kemudian Sintren didudukkan oleh Pawang
dalam keadaan berpakaian biasa dan didampingi para dayang/cantrik. Pawang
segera menjadikan penari sintren secara bertahap, melalui tiga tahap :
Tahap Pertama, pawang memegang kedua tangan calon
penari sintren, kemudian diletakkan di atas asap kemenyan sambil mengucapkan
mantra, selanjutnya calon penari sintren dengan tali melilit ke seluruh tubuh.
Tahap Kedua, calon penari sintren dimasukkan ke dalam
sangkar (kurungan) ayam bersama busana sintren dan perlengkapan merias wajah.
Beberapa saat kemudian kurungan dibuka, sintren sudah berdandan dalam keadaan
terikat tali, lalu sintren ditutup kurungan kembali.
Tahap Ketiga, setelah ada tanda-tanda sintren sudah
jadi (biasanya ditandai kurungan bergetar/bergoyang) kurungan dibuka, sintren
sudah lepas dari ikatan tali dan siap menari. Selain menari, adakalanya sintren
melakukan akrobatik di antaranya ada yang berdiri diatas kurungan sambil
menari.Selama pertunjukan sintren berlangsung, pembakaran kemenyan tidak boleh
berhenti.
V. BALANG DAN
TEMOHAN
Balangan yaitu pada saat penari sintren sedang menari
maka dari arah penonton ada yang melempar (Jawa : mbalang) sesuatu ke arah
penari sintren. Setiap penari terkena lemparan maka sintren akan jatuh pingsan.
Pada saat itu, pawang dengan menggunakan mantra-mantra tertentu kedua tangan
penari sintren diasapi dengan kemenyan dan diteruskan dengan mengusap wajah
penari sintren dengan tujuan agar roh bidadari datang lagi sehingga penari
sintren dapat melanjutkan menari lagi.Sedangkan temohan adalah penari sintren
dengan nyiru/tampah atau nampan mendekati penonton untuk meminta tanda terima
kasih berupa uang ala kadarnya.
VI. TEMPAT PENYAJIAN TARI SINTREN
Tempat yang digunakan untuk pertunjukan kesenian
sintren adalah arena terbuka.Maksudnya berupa arena pertunjukan yang tidak
terlihat batas antara penonton dengan penari sintren maupun pendukungnya.Hal
ini dimaksudkan agar lebih komunikatif dengan dibuktikan pada saat acara
balangan dan temohan, dimana antara penonton dan penari sintren terlihat
menyatu dalam satu pertunjukan dengan ikut menari setelah penonton melakukan
balangan pada penari sintren.
VII. WAKTU PENYAJIAN TARI SINTREN
Pegelaran sintren semula disajikan pada waktu sunyi
dalam malam bulan purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi
kalau dipentaskan pada malam kliwon, karena dikandung maksud bahwa sintren
sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya roh halus yang menjelma menyatu dengan
penari sintren.Namun demikian pada saat sekarang ini pertunjukan sintren dapat
dilaksanakan kapan saja baik siang atau malam hari tidak tergantung pada malam
bulan purnama.
VIII. BUSANA SINTREN
Busana yang digunakan penari sintren dulunya berupa
pakaian kebaya (untuk atasan) sekarang ini menggunakan busana golek.Busana
kebaya ini lebih banyak dipakai oleh wanita yang hidup di desa-desa sebagai
busana keseharian. Adapun macam-macam busana yang lain sebagai pelengkap busana
penari sintren dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Baju keseharian, yang dipakai sebelum pertunjukan
kesenian sintren berlangsung.
2. Baju golek, adalah baju tanpa lengan yang biasa
dipergunakan dalam tari golek.
3. Kain atau jarit, model busana wanita Jawa.
4. Celana Cinde, yaitu celana tiga perempat yang
panjangnya hanya sampai lutut.
5. Sabuk, yaitu berupa sabuk lebar dari bahan kain
yang biasa dipakai untuk mengikat sampur.
6. Sampur, berjumlah sehelai/selembar dililitkan di
pinggang dan diletakkan di samping kiri dan kanan kemudian diutup sabuk atau
diletakkan didepan.
7. Jamang, adalah hiasan yang dipakai dikepala dengan
untaian bunga melati di samping kanan dan kiri telinga sebagai koncer.
8. Kaos kaki hitam dan putih, seperti ciri khas
kesenian tradisional lain khususnya di Jateng.
9. Kacamata Hitam, berfungsi sebagai penutup mata
karena selama menari, sintren selalu memejamkan mata akibat kerasukan “trance”,
juga sebagai ciri khas kesenian sintren dan menambah daya tarik/mempercantik
penampilan.
IX. ALAT MUSIK DAN TEMBANG PEGIRING
Pada awal munculnya kesenian sintren, alat musik yang
digunakan untuk mengiringi adalah alat musik tetekan sebagai ritme dan melodi,
bumbung besar (bambu dipotong) sebagai gong dan kendang. Setelah alat musik
gamelan membudaya di kalangan masyarakat, kesenian sintren tidak lagi
menggunakan alat musik tetekan dan bumbung besar melainkan menggunakan
instrumen gamelan khas laras slendro.
Jenis tembang yang biasanya digunakan mengiringi
kesenian sintren adalah :
a). tembang sulasih sulandono laras slendro pathet
manyuro;
b). tembang turun-turun sintren, laras slendro pathet
manyuro ;
c). tembang pitik walik, laras slendro pathet manyuro;
d). tembang kembang laos, laras slendro pathet
manyuro.
Menurut fungsinya tembang pengiring sintren
digolongkan menjadi 5 (lima) bagian, yaitu :
1. Iringan proses pembentukan sintren. Tembang turun
sintren digunakan sebagai doa pembuka agar roh Sulasih masuk ke dalam raga
calon penari sintren. Saat tembang dilantunkan maka penari sintren akan ganti
pakaian dari pakaian biasa dengan pakaian sintren dalam keadaan badan terikat
tali dan dalam kurungan.
2. Iringan penyajian hiburan. Tembang dolanan khas
sintren dan tembang yang sesuai keadaan saat ini misalnya lagu-lagu campursari.
3. Iringan permohonan dan puji rahayu (pengruwatan).
Lagu kembang orok-orok atau kembang lombok untuk permohonan sintren ganti
busana misalnya dari pakaian kebaya menjadi rok. Tembang kawula gusti, untuk
permohonan maaf kepada sintren yang pingsan karena marah atau tidak berkenan
hatinya.Tembang kembang mawar, dilantunkan untuk mengiringi permintaan temohan
kepada penonton.
4. Iringan penyajian akrobat. Tembang dayung untuk
atraksi permainan piring dan lilin.Tembang ayam walik untuk permainan naik
diatas kurungan. Tembang hertu gelang untuk permainan duduk diatas pucuk keris.
5. Iringan Penutup. Tembang turun sintren, untuk
pertanda bahwa permainan sintren akan usai. Tembang piring kedawung, untuk
melepas roh Dewi Sulasih dan sintren berganti busana keseharian.
X. SENIMAN
SINTREN
Terdiri dari 1 orang pawang boleh laki-laki atau
perempuan, penari sintren 1 orang seorang remaja putri yang masih gadis
(lajang), dayang cantrik biasanya berjumlah 4 orang seniwati dan maksimal 10
orang, dan pengiring musik / tembang terdiri dari 3 orang seniwati sebagai
penggerong (vokalis) dan 1 group pengrawit (penabuh gamelan) yang biasanya
berjumlah lebih kurang 10 orang.
XI. FUNGSI
KESENIAN SINTREN
Adapun fungsi dari kesenian sintren sebagai berikut:
1. Sebagai sarana hiburan masyarakat.
2. Apresiasi seni dan nilai-nilai estetik masyarakat.
3. Digunakan untuk keperluan upacara-upacara ritual
seperti : bersih desa, sedekah laut, upacara tolak bala, nadzar, ruwatan dan
pernikahan.
4. Untuk memeriahkan peringatan hari-hari besar,
seperti hari ulang tahun kemerdekaan, hari jadi.
XII. SYARAT MENJADI SINTREN DAN RITUALNYA
Sintren adalah sejenis kesenian tari yang di dalamnya
terdapat unsur gaib,dimana calon penari akan dirasuki jin penari. Untuk menjadi
penari sintren tdk dbutuhkan keahlian menari. Syarat utama adl gadis yg masih
perawan. Konon jika sudah tak perawan,jin tdak mau masuk ketubuh si penari.
Ada ritual2 tertentu yg harus dilakukan sebelum
melakukan pertunjukan tari. Salah satunya adalah kurungan (semacam kurungan
ayam tapi ukurannya lebih besar). Untuk membuat kurungan tidak bisa dilakukan
oleh smbrang orang. Harus orang yg mempunyai kemampuan olah batin yg mempuni.
Bambu yg digunakan pun harus khusus, Orang yg akan membuat kurungan pun harus
menjalani puasa & tirakat. Bambu khusus itu harus disimpan terlebih dahulu
di tempat yg di anggap keramat slama 3hr sebelum dibuat kurungan. Setelah
kurungan selesai dibuat,maka kurungan akan di bungkus kain hitam.
Turun-turun
Sintren
Sintrene widadari
Nemu kembang ning ayunan
Nemu kembang ning ayunan
Kembange siti mahendara
Widadari temurunan ngaranjing ning awak ira
Sintrene widadari
Nemu kembang ning ayunan
Nemu kembang ning ayunan
Kembange siti mahendara
Widadari temurunan ngaranjing ning awak ira
Sih solasih
sulandana
Menyan putih pengundang dewa
Ala dewa saking sukma
Widadari temurunan
Menyan putih pengundang dewa
Ala dewa saking sukma
Widadari temurunan
Turun-turun
sintren Sintrene widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan
Kembange si jaya Indra
Widadari temurunan
Kang manjing ning awak ira
Turun-turun sintren sintrene widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan
Kembange si jaya Indra
Widadari temurunan
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan
Kembange si jaya Indra
Widadari temurunan
Kang manjing ning awak ira
Turun-turun sintren sintrene widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan
Kembange si jaya Indra
Widadari temurunan
Kembang
gewor bumbung kelapa lumeor
Geol-geol bu Sintren garepan njaluk bodor
Bumbune kelapa muda
Goyang-goyang nyi sintern minta bodor
Geol-geol bu Sintren garepan njaluk bodor
Bumbune kelapa muda
Goyang-goyang nyi sintern minta bodor
Kembang
kates gandul
Pinggire kembang kenanga
Kembang kates gandul
Pinggire kembang kenanga
Arep ngalor garep ngidul
Wis mana gageya lunga
Pinggire kembang kenanga
Kembang kates gandul
Pinggire kembang kenanga
Arep ngalor garep ngidul
Wis mana gageya lunga
Kembang
kenanga
Pinggire kembang melati
Kembang kenanga pinggire
Kembang melati
Wis mana gageya lunga
Aja gawe lara ati
Pinggire kembang melati
Kembang kenanga pinggire
Kembang melati
Wis mana gageya lunga
Aja gawe lara ati
Kembang jahe
laos
Lempuyang kembange kuning
Kembang jahe laos
Lempuyang kembange kuning
Ari balik gage elos sukiki menea maning
Lempuyang kembange kuning
Kembang jahe laos
Lempuyang kembange kuning
Ari balik gage elos sukiki menea maning
Tidak ada komentar:
Posting Komentar