Minggu, 04 Januari 2015

Morfem



Morfem merupakan satuan bahasa paling kecil yang menjadi sasaran kajian morfologi. Apakah yang dimaksud dengan morfem? Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul Morfologi Bahasa Indonesia mengatakan bahwa morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna (2008:7). Sedangkan menurut Zaenal Arifin dalam bukunya Morfologi Bentuk dan Makna mengatakan bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Hal serupa juga dikemukakan Ramlan, menurut beliau morfem merupakan satuan gramatik  paling kecil yang tidak mempunyai satuan lain selain unsurnya (Ramlan, 1983 : 26). Bloch dan Trager dalam Kushartanti (2001:120) mengatakan bahwa morfem yaitu semua bentuk  baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi ke dalam bentuk terkecil yang mengandung arti. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki makna.
Sebagai contoh bentuk tulis adalah sebuah morfem karena tidak dapat dibagi menjadi bentuk-bentuk terkecil lainnya serta mengandung makna atau arti leksis. Bentuk meN- juga merupakan sebuah morfem, karena merupakan bentuk terkecil bahasa Indonesia, walau tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai makna gramatikal.

a.       Identifikasi Morfem
Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan petunjuk sebagai pegangan. Ada tujuh prinsip yang saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem (Abdul Chaer, 2008:13-15), yakni sebagai berikut:
1.      Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata bunga pada ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama.
Ø  Ibu membeli seikat  bunga mawar untuk kakek.
Ø  Ayah menanam bunga melati di taman
Ø  Bibit bunga melati itu dibeli ayah di Bandung
2.      Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata bisa pada kedua kalimat berikut adalah dua buah morfem yang berbeda.
Ø  Adik bisa mengerjakan ulangan dengan baik
Ø  Ayah terkena bisa ular.
3.      Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Umpamanya, kata  sukar  dan sulit  pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
Ø  Ayah sulit membaca jika tidak menggunakan kaca mata.
Ø  Sejak terkena penyakit rabun senja ibu sukar melihat.
4.      Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat dijelaskan secara fonologis. Umpamanya bentuk-bentuk seperti  be, ber, dan bel pada kata-kata berikut adalah morfem yang sama.
Ø  bekerja
Ø  berujar
Ø  belajar
5.      Bentuk yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya adalah juga sebuah morfem. Umpamanya bentuk hitam legam, kuning langsat, tua renta.
6.      Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar apabila memiliki makna yang sama merupakan morfem yang sama. Misalnya bentuk tulis pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
Ø  menulis
Ø  tertulis
Ø  penulis
Ø  ditulis
7.      Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi, merupakan morfem yang sama.
Ø  Kaki Adi terantuk batu.
Ø  Kaki meja itu terbuat dari batu pualam.

b.      Morfem dapat diklasifikasikan berdasarkan kebebasannya. Antara lain akan dibahas secara rinci:
1.      Berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam petuturan morfem dapat dibedakan menjadi morfem bebas dan morfem terikat.
a)      Morfem Bebas
Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya, bentuk , pulang , makan, rumah, dan bagus.
Misalnya:
1.      Morfem bebas – “saya”, “buku”, dsb.
2.      Morfem terikat – “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.
b)      Morfem Terikat
Morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan. Yaitu:
Pertama, bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial.
Kedua, sehubungan dengan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang  juga termasuk bentuk  prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan ”pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan, sesudah mengalami proses morfologi.
Ketiga, bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang  (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
Keempat, bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti dari, pada, dan kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis; merupakan bentuk terikat.
Kelima, yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya; apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Umpamanya, klitika -lah dalam bahasa Indonesia.
Proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enlditika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang ditekati, seperti -lah , -nya, dan –ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar