Morfem merupakan satuan bahasa paling kecil yang menjadi
sasaran kajian morfologi. Apakah yang dimaksud dengan morfem? Abdul Chaer dalam
bukunya yang berjudul Morfologi Bahasa Indonesia mengatakan bahwa morfem adalah
satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna (2008:7). Sedangkan menurut
Zaenal Arifin dalam bukunya Morfologi Bentuk dan Makna mengatakan bahwa morfem
adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Hal serupa juga
dikemukakan Ramlan, menurut beliau morfem merupakan satuan gramatik paling
kecil yang tidak mempunyai satuan lain selain unsurnya (Ramlan, 1983 : 26).
Bloch dan Trager dalam Kushartanti (2001:120) mengatakan bahwa morfem yaitu
semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi ke
dalam bentuk terkecil yang mengandung arti. Dari pendapat para ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki
makna.
Sebagai contoh bentuk tulis adalah sebuah morfem karena
tidak dapat dibagi menjadi bentuk-bentuk terkecil lainnya serta mengandung
makna atau arti leksis. Bentuk meN- juga merupakan sebuah morfem, karena
merupakan bentuk terkecil bahasa Indonesia, walau tidak mempunyai makna
leksikal, tetapi mempunyai makna gramatikal.
a.
Identifikasi
Morfem
Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia,
diperlukan petunjuk sebagai pegangan. Ada tujuh prinsip yang saling
melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem (Abdul Chaer, 2008:13-15), yakni
sebagai berikut:
1. Dua bentuk yang sama atau lebih
memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata bunga pada
ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama.
Ø Ibu membeli seikat bunga mawar untuk kakek.
Ø Ayah menanam bunga melati di taman
Ø Bibit bunga melati itu dibeli ayah
di Bandung
2. Dua bentuk yang sama atau lebih bila
memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata
bisa pada kedua kalimat berikut adalah dua buah morfem yang berbeda.
Ø Adik bisa mengerjakan ulangan dengan
baik
Ø Ayah terkena bisa ular.
3. Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi
memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Umpamanya, kata
sukar dan sulit pada kedua kalimat berikut adalah dua
morfem yang berbeda.
Ø Ayah sulit membaca jika
tidak menggunakan kaca mata.
Ø Sejak terkena penyakit rabun senja
ibu sukar melihat.
4. Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda
sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan
bentuk itu dapat dijelaskan secara fonologis. Umpamanya bentuk-bentuk
seperti be, ber, dan bel pada
kata-kata berikut adalah morfem yang sama.
Ø bekerja
Ø berujar
Ø belajar
5. Bentuk yang hanya muncul dengan
pasangan satu-satunya adalah juga sebuah morfem. Umpamanya bentuk hitam legam,
kuning langsat, tua renta.
6. Bentuk yang muncul berulang-ulang
pada satuan yang lebih besar apabila memiliki makna yang sama merupakan morfem
yang sama. Misalnya bentuk tulis pada kata-kata berikut adalah sebuah
morfem yang sama.
Ø menulis
Ø tertulis
Ø penulis
Ø ditulis
7. Bentuk yang muncul berulang-ulang
pada satuan yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara
polisemi, merupakan morfem yang sama.
Ø Kaki Adi terantuk batu.
Ø Kaki meja itu terbuat dari batu
pualam.
b. Morfem dapat diklasifikasikan
berdasarkan kebebasannya. Antara lain akan dibahas secara rinci:
1. Berdasarkan kebebasannya untuk dapat
digunakan langsung dalam petuturan morfem dapat dibedakan menjadi morfem bebas
dan morfem terikat.
a) Morfem Bebas
Morfem
bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul
dalam pertuturan. Misalnya, bentuk , pulang , makan, rumah, dan
bagus.
Misalnya:
1.
Morfem bebas – “saya”, “buku”, dsb.
2.
Morfem terikat – “ber-“, “kan-“,
“me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.
b) Morfem Terikat
Morfem
terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain
tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia
adalah morfem terikat. Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa
Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan. Yaitu:
Pertama, bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga
termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks,
tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses
morfologi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial.
Kedua, sehubungan dengan istilah prakategorial di atas,
menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang
juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut
baru merupakan ”pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan,
sesudah mengalami proses morfologi.
Ketiga, bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam
segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul
dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem
unik.
Keempat, bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan
konjungsi, seperti dari, pada, dan kalau, dan atau secara morfologis termasuk
morfem bebas, tetapi secara sintaksis; merupakan bentuk terikat.
Kelima, yang disebut klitika merupakan morfem yang agak
sukar ditentukan statusnya; apakah terikat atau bebas. Klitika adalah
bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak
mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada
bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Umpamanya, klitika -lah dalam bahasa Indonesia.
Proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang
diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil.
Sedangkan enlditika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang
ditekati, seperti -lah , -nya,
dan –ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar